• BTC$85,714.00
    -2.20%
  • ETH$2,808.42
    -4.71%
  • USDT$1.00
    -0.01%
  • BNB$839.70
    -3.54%
  • XRP$1.86
    -3.48%
  • USDC$1.00
    0.01%
  • SOL$122.19
    -4.32%
  • TRX$0.28
    -0.66%
  • STETH$2,808.29
    -4.71%
  • DOGE$0.13
    -4.55%
  • ADA$0.37
    -5.24%
  • WSTETH$3,431.57
    -4.70%
  • BCH$545.90
    -0.43%
  • WBTC$85,602.57
    -2.14%
  • WETH$2,810.80
    -4.58%

SBOTOP : Performa Anjlok Bali United dan Dewa United Jadi Sorotan di BRI Super League

Kompetisi BRI Super League 2025/2026 saat ini memasuki masa jeda cukup panjang hingga 20 Desember 2025. Jeda tersebut diberikan untuk mendukung perjuangan Timnas Indonesia U-22 di ajang SEA Games 2025 Thailand. Di atas kertas, periode ini menjadi kesempatan emas bagi klub-klub peserta liga untuk melakukan evaluasi, pemulihan fisik, dan pembenahan strategi.

Namun, jeda ini juga menjadi waktu refleksi bagi dua tim yang performanya justru jauh dari ekspektasi: Bali United dan Dewa United. Dua klub dengan materi pemain mentereng itu justru masih tertahan di papan tengah klasemen, meski sejak awal musim diprediksi mampu bersaing di jalur juara.

Skuad Mahal, Hasil Tak Sejalan

Secara nilai pasar, Dewa United bahkan lebih unggul dibanding Bali United. Total nilai skuad Dewa United musim ini mencapai Rp104,90 miliar, sementara Bali United berada di angka Rp75,09 miliar. Meski masih kalah dari Persib Bandung yang menembus Rp128,36 miliar, kedua tim ini tetap termasuk dalam jajaran klub dengan kekuatan finansial solid.

Dengan kualitas tersebut, publik tentu berharap Bali United dan Dewa United bertengger di papan atas. Namun realitanya berbicara lain. Dalam lima laga terakhir, kedua tim sama-sama hanya mampu meraih satu kemenangan, dan baru mencicipi hasil positif itu pada pekan terakhir sebelum jeda.

Situasi ini memunculkan berbagai pertanyaan. Apakah persoalannya terletak pada strategi? Atau justru ada faktor lain seperti adaptasi pelatih asing, tekanan ekspektasi, hingga perubahan pendekatan lawan?

Adaptasi Pelatih Asal Belanda Jadi Sorotan

Satu benang merah yang kerap disorot adalah keberadaan pelatih asal Belanda di kedua tim. Bali United ditangani Johnny Jansen, sementara Dewa United diasuh Jan Olde Riekerink. Keduanya punya rekam jejak mentereng di Eropa, tetapi tantangan di Indonesia jelas berbeda.

Johnny Jansen secara terbuka mengakui bahwa adaptasi dengan kultur sepak bola Indonesia menjadi tantangan terbesarnya. Ini adalah pengalaman pertamanya melatih di luar Belanda, dan ia menyadari bahwa perbedaan lingkungan sangat memengaruhi implementasi filosofi bermain.

“Sejak awal saya tahu situasinya tidak akan mudah. Kadang performa kami bagus, kadang menurun. Kami bisa menguasai bola, tetapi juga bisa kehilangannya dengan cepat,” ujar Jansen dalam salah satu sesi konferensi pers.

Ia juga menyoroti bahwa tidak semua skema yang dirancang di atas papan taktik bisa langsung berjalan di lapangan. Penyelesaian akhir yang belum maksimal serta perbedaan kebiasaan hidup pemain menjadi pekerjaan rumah besar.

“Kami perlu menyamakan visi dan misi. Di sini, saya harus memberi energi positif, pola latihan yang tepat, dan pemahaman sepak bola yang jelas. Tapi semuanya harus dilakukan bertahap agar bisa diterima pemain,” jelas pelatih berusia 50 tahun itu.

Jansen bahkan menyinggung pentingnya edukasi soal pola istirahat dan nutrisi, terutama bagi pemain muda. Menurutnya, perbedaan gaya hidup antara pemain Eropa dan Indonesia membuat proses adaptasi menjadi lebih kompleks.

Dewa United: Dari Runner-up ke Target Semua Tim

Berbeda dengan Bali United yang masih mencari stabilitas, Dewa United menghadapi masalah lain. Musim lalu, mereka tampil luar biasa dengan finis sebagai runner-up, bahkan berhak mewakili Indonesia di AFC Challenge League 2025/2026. Status tersebut kini justru menjadi beban tersendiri.

Musim ini, Dewa United terlihat lebih mudah ditaklukkan. Kekalahan telak 4-0 dari Borneo FC menjadi contoh paling nyata. Jan Olde Riekerink menilai bahwa semua tim kini datang dengan motivasi ekstra saat menghadapi Dewa United.

“Mereka melihat kami sebagai tim yang berkembang. Semua tim ingin mengalahkan Dewa United,” ujar Riekerink.

Ia juga menjelaskan bahwa Dewa United tidak melakukan banyak perombakan skuad. Sekitar 80 persen pemain masih sama seperti musim lalu. Tambahan pemain seperti Nick Kuipers, Stefano Lilipaly, dan Edo Febriansyah diharapkan memperkuat tim, tetapi adaptasi tetap membutuhkan waktu.

Menurut Riekerink, situasi seperti ini bukan hal asing di dunia sepak bola. Klub-klub besar Eropa pun kerap mengalaminya.

“Apa yang kami alami juga terjadi pada klub-klub besar seperti Manchester United atau Ajax Amsterdam. Setelah musim bagus, tekanan dan ekspektasi meningkat drastis,” katanya.

Jeda Kompetisi Jadi Momen Penentuan

Dengan kondisi saat ini, masa jeda kompetisi menjadi momen krusial bagi Bali United dan Dewa United. Evaluasi taktik, pemulihan mental pemain, hingga perbaikan detail kecil seperti efektivitas serangan dan konsentrasi bertahan harus dilakukan secara menyeluruh.

Secara kualitas, kedua tim masih sangat mungkin bangkit. Materi pemain, pengalaman pelatih, dan dukungan manajemen menjadi modal penting. Namun tanpa adaptasi yang tepat dan respons cepat terhadap tekanan kompetisi, potensi besar itu bisa kembali terbuang.

Putaran lanjutan BRI Super League akan menjadi ujian sesungguhnya. Apakah Bali United dan Dewa United mampu keluar dari bayang-bayang keterpurukan, atau justru terus terjebak di papan tengah? Jawabannya akan segera terlihat setelah kompetisi kembali bergulir.

BACA JUGA :