• BTC$85,945.12
    -1.72%
  • ETH$2,823.39
    -3.71%
  • USDT$1.00
    -0.01%
  • BNB$840.69
    -3.25%
  • XRP$1.86
    -3.33%
  • USDC$1.00
    0.01%
  • SOL$122.32
    -4.04%
  • TRX$0.28
    -0.53%
  • STETH$2,822.74
    -3.67%
  • DOGE$0.13
    -4.56%
  • ADA$0.37
    -4.76%
  • WSTETH$3,449.87
    -3.69%
  • BCH$546.90
    -0.13%
  • WBTC$85,824.88
    -1.62%
  • WETH$2,848.85
    -2.63%

SBOTOP : Pengamat Sepak Bola Sentil Zainuddin Amali Target Emas SEA Games 2025 Dinilai Hanya Janji Kosong

Kegagalan Timnas Indonesia U-22 melaju ke fase gugur SEA Games 2025 terus menuai sorotan tajam. Kali ini, kritik keras datang dari pengamat sepak bola senior Tommy Welly, atau yang akrab disapa Towel. Ia secara terbuka menilai manajemen Timnas U-22 telah gagal total dan menunjuk Zainuddin Amali sebagai pihak yang harus bertanggung jawab penuh atas hasil mengecewakan tersebut.

Dalam pernyataannya di podcast NTV pada Jumat (12/12/2025) malam, Towel tidak menutupi kekecewaannya. Ia menyebut performa Garuda Muda jauh dari ekspektasi, terutama jika melihat berbagai fasilitas, waktu persiapan, dan komposisi pemain yang dimiliki tim sebelum turnamen dimulai.

“Secara keseluruhan, permainannya buruk. Ini paradoks. Tim ini sebelumnya diprediksi kuat, bahkan disebut bisa bersaing karena sempat mengalahkan Mali di uji coba dan diperkuat empat pemain naturalisasi. Tapi kenyataannya, hasil akhirnya gagal total,” ujar Towel dengan nada tegas.

Ekspektasi Tinggi, Hasil Jauh dari Harapan

Sebelum SEA Games 2025 bergulir, Timnas Indonesia U-22 memang dibebani target tinggi. Status juara bertahan membuat publik menaruh harapan besar agar emas kembali dipertahankan. Apalagi, PSSI dan jajaran manajemen secara terbuka menyuarakan optimisme, bahkan menjadikan medali emas sebagai target utama.

Namun, performa di fase grup justru menunjukkan hal sebaliknya. Timnas U-22 tersingkir lebih awal, gagal memenuhi syarat lolos ke semifinal, meski di atas kertas dinilai memiliki kualitas yang mumpuni.

Menurut Towel, kegagalan ini tidak bisa sekadar dibebankan kepada pemain. Ia menilai ada masalah mendasar yang lebih besar, terutama pada aspek kepelatihan dan pengambilan keputusan di level manajemen.

Durasi TC Panjang, Tapi Tak Sejalan dengan Kualitas Permainan

Salah satu poin yang paling disorot Towel adalah lamanya pemusatan latihan (Training Center/TC) Timnas U-22. Ia menyebut durasi TC Garuda Muda jauh lebih panjang dibandingkan tim-tim nasional di kelompok usia lain atau ajang regional sebelumnya.

“TC tim ini lebih lama dibandingkan TC AFF atau U-23 sebelumnya. Bahkan manajer tim, Sumardji, sempat bilang suasananya bagus, mirip era Shin Tae-yong. Tapi hasilnya? Jatuhnya jauh sekali. Ini flop besar,” ungkap mantan jurnalis olahraga tersebut.

Menurut Towel, waktu persiapan yang panjang seharusnya mampu menghasilkan tim dengan organisasi permainan yang matang. Namun, yang terlihat di lapangan justru sebaliknya: permainan tidak rapi, minim kreativitas, dan kerap kehilangan arah.

Strategi Dinilai Tanda Keputusasaan

Kritik paling tajam diarahkan pada strategi yang diterapkan selama turnamen. Towel menilai Timnas Indonesia U-22 terlalu bergantung pada satu pola permainan, khususnya lemparan ke dalam jarak jauh, yang ia anggap sebagai simbol kehabisan ide.

“Kalau harus menang dan satu-satunya cara hanya lemparan ke dalam, itu tanda tidak punya akal. Itu bukan strategi, itu keputusasaan,” katanya.

Ia juga menyinggung peran Robi Darwis yang dinilai tidak jelas posisinya di lapangan.

“Berapa kali Robi Darwis melakukan lemparan ke dalam? Bahkan saya bingung, dia main bek kiri atau bek tengah? Ini menunjukkan ada kebingungan dalam perencanaan. Ada masalah di kepelatihan,” tambahnya.

Klaim Sports Science Dipertanyakan

Pernyataan Zainuddin Amali sebelumnya yang memuji Indra Sjafri sebagai pelatih “bertangan dingin” dengan pendekatan sports science juga tak luput dari kritik. Towel secara gamblang mempertanyakan klaim tersebut.

“Zainuddin Amali bilang Indra pelatih hebat, pendekatan sports science, target emas, dan seterusnya. Tapi semua itu tidak terlihat di lapangan. Buat saya, itu hanya omong kosong,” tegasnya.

Ia bahkan menilai argumen yang disampaikan Amali tidak didukung fakta teknis sepak bola yang kuat.

Isu Favoritisme dan Faksi di Tubuh Timnas

Lebih jauh, Towel menyinggung dugaan favoritisme dalam penunjukan tim pelatih. Ia menilai Indra Sjafri dipilih bukan melalui mekanisme kompetitif yang sehat, melainkan karena kedekatan dan faksi tertentu di tubuh Timnas SEA Games 2025.

“Timnas SEA Games ini faksinya Zainuddin Amali. Padahal Amali tidak punya latar belakang sepak bola yang kuat. Banyak pelatih lain yang sudah berlisensi pro dan punya kapasitas, tapi yang dipilih tetap Indra Sjafri,” ujarnya.

Menurut Towel, situasi ini tidak lepas dari perpecahan internal pasca-kegagalan di ajang internasional sebelumnya, yang akhirnya berdampak pada keputusan strategis Timnas U-22.

Zainuddin Amali Diminta Tidak Lepas Tangan

Menutup kritiknya, Towel menegaskan bahwa Zainuddin Amali tidak bisa menghindar dari tanggung jawab. Sebagai penanggung jawab (Person in Charge/PIC) Timnas Indonesia U-22 di SEA Games 2025, ia menilai Amali harus berani menerima konsekuensi dari kegagalan ini.

“Sebagai PIC Timnas U-22 SEA Games 2025, Amali tidak bisa lepas tangan. Target emas gagal, performa tim buruk, maka harus ada pertanggungjawaban,” pungkasnya.

Kegagalan ini pun menjadi momentum penting bagi PSSI dan pemangku kebijakan sepak bola nasional untuk melakukan evaluasi menyeluruh. Tanpa perbaikan sistemik dan transparansi dalam pengambilan keputusan, kritik seperti ini diyakini akan terus bermunculan, sementara prestasi Timnas Indonesia tetap berjalan di tempat.

BACA JUGA :