• BTC$85,945.12
    -1.72%
  • ETH$2,823.39
    -3.71%
  • USDT$1.00
    -0.01%
  • BNB$840.69
    -3.25%
  • XRP$1.86
    -3.33%
  • USDC$1.00
    0.01%
  • SOL$122.32
    -4.04%
  • TRX$0.28
    -0.53%
  • STETH$2,822.74
    -3.67%
  • DOGE$0.13
    -4.56%
  • ADA$0.37
    -4.76%
  • WSTETH$3,449.87
    -3.69%
  • BCH$546.90
    -0.13%
  • WBTC$85,824.88
    -1.62%
  • WETH$2,848.85
    -2.63%

SBOTOP : Altariq Ballah Ikuti Langkah Antony Jomah Ballah, Tampil Bersama Dewa United

Peribahasa “buah jatuh tak jauh dari pohonnya” tampaknya sangat tepat menggambarkan perjalanan hidup Altariq Ballah. Ia adalah putra dari Antony Jomah Ballah, mantan pemain sekaligus legenda Persita Tangerang yang dikenal luas di kancah sepak bola nasional. Kini, giliran Altariq yang menapaki panggung sepak bola profesional Indonesia dengan mengenakan seragam Dewa United.

Meski membawa nama besar sang ayah, perjalanan Altariq Ballah tidak serta-merta instan. Ia harus melalui proses panjang, penuh pembelajaran, dan tidak lepas dari dinamika dunia sepak bola yang keras. Kariernya telah membawanya memperkuat sejumlah klub, mulai dari Persita Tangerang, Persebaya Surabaya, hingga akhirnya berlabuh di Dewa United.

Lahir dan Besar di Indonesia

Altariq Ballah merupakan pemain keturunan Liberia–Indonesia. Ayahnya, Antony Jomah Ballah, berasal dari Liberia, sementara sang ibu adalah warga negara Indonesia. Meski memiliki latar belakang multikultural, Altariq lahir, tumbuh, dan besar di Indonesia.

Kini berusia 24 tahun, Altariq sangat fasih berbahasa Indonesia dan mengaku merasa sepenuhnya sebagai bagian dari sepak bola Tanah Air. Lingkungan tempat ia tumbuh membentuk karakter dan gaya bermainnya sebagai pesepak bola lokal yang memahami kultur kompetisi nasional.

Pemilik nama lengkap Altalariq Erfa Aqsal Ballah sejatinya memiliki kesempatan untuk memilih jalan hidup lain di luar sepak bola. Namun, kecintaannya pada olahraga ini tumbuh sejak usia dini, jauh sebelum ia benar-benar memahami arti profesi pesepak bola.

“Karena mungkin memang sudah darahnya sepak bola,” ujar Altariq dalam sebuah wawancara. “Dari kecil papi sering bawa saya ke lapangan. Lihat pertandingan, lihat suasana stadion, itu seru banget. Mungkin dari situ rasa cintanya muncul.”

Bukan Paksaan, Tapi Pilihan Hati

Menjadi anak pesepak bola terkenal kerap identik dengan tekanan atau tuntutan orang tua. Namun, Altariq menegaskan bahwa keputusan menjadi pesepak bola bukan paksaan sang ayah.

“Enggak ada paksaan sama sekali,” katanya. “Papi dari kecil selalu dukung saya mau jadi apa. Tapi karena saya sendiri yang pengin ngikutin jejak papi, ya akhirnya pilih sepak bola.”

Ia mengenang masa kecilnya saat melihat sang ayah bermain di depan ribuan penonton. Atmosfer stadion, sorak suporter, dan kebanggaan mengenakan kostum klub menjadi pengalaman yang melekat kuat di benaknya.

Meski demikian, Altariq tidak menampik bahwa pengaruh Antony Jomah Ballah sangat besar dalam perjalanan kariernya.

“Kalau dibilang besar, ya memang besar sekali,” ungkapnya. “Papi banyak ngasih nasihat, bukan cuma soal sepak bola, tapi juga soal hidup. Biar saya enggak salah langkah.”

Ayah, Guru, dan Kritikus

Bagi Altariq, sang ayah bukan hanya orang tua, tetapi juga mentor pertama dalam sepak bola. Bahkan sebelum masuk Sekolah Sepak Bola (SSB), Antony Jomah Ballah sudah menjadi pelatih pertamanya.

“Pelatih pertama saya ya papi,” ujarnya sambil tersenyum. “Dari kecil main bola ya sama papi. Sampai akhirnya dimasukin ke SSB.”

Meski sering memberikan dukungan, sang ayah juga dikenal kritis. Diskusi panas bahkan adu argumen kerap terjadi, terutama saat membahas performa atau keputusan di lapangan.

“Kadang kita bisa beda pendapat,” akunya. “Tapi itu wajar. Papi kan pengalamannya banyak. Dia sering pindah-pindah kota waktu masih main, tapi tetap mantau saya.”

Bagi Altariq, perbedaan pandangan itu justru menjadi proses pendewasaan. Ia belajar menerima kritik, memilah nasihat, dan membentuk karakter sebagai pemain profesional.

Dari Gelandang ke Bek Kiri

Menariknya, meski sang ayah dikenal sebagai gelandang, Altariq kini justru identik sebagai bek kiri. Perubahan posisi ini terjadi bukan tanpa cerita.

“Awalnya posisi saya sama kayak papi, gelandang,” kenangnya. “Waktu pertama kali trial ke Persita senior, Coach Widodo Cahyono Putro tanya saya, ‘Kamu bisa main winger enggak?’”

Sebagai pemain muda, Altariq tidak banyak berpikir. Ia langsung menerima tantangan tersebut karena pernah bermain di posisi sayap saat masih di SSB. Namun perjalanan kariernya kembali berubah ketika kebutuhan tim muncul.

“Bek kiri Persita waktu itu, Mas Edo, dipanggil timnas. Coach Widodo nanya lagi, ‘Mau coba bek kiri nggak?’ Ya saya jawab saja, ‘Gas, Coach’,” tuturnya.

Sejak saat itu, posisi bek kiri melekat pada dirinya hingga sekarang. Peran tersebut justru membuatnya berkembang sebagai pemain yang kuat bertahan, aktif membantu serangan, dan memiliki stamina tinggi.

Babak Baru Bersama Dewa United

Kini, Altariq Ballah membuka lembaran baru bersama Dewa United. Klub ini menjadi panggung berikutnya bagi sang bek kiri untuk membuktikan kualitasnya, bukan sekadar sebagai “anak legenda”, tetapi sebagai pemain yang berdiri atas kemampuannya sendiri.

Dengan usia yang masih relatif muda dan pengalaman bermain di klub-klub besar Indonesia, Altariq memiliki modal kuat untuk terus berkembang. Warisan darah sepak bola dari sang ayah menjadi fondasi, tetapi kerja keras dan konsistensi tetap menjadi kunci utama.

Bagi Altariq Ballah, perjalanan ini masih panjang. Namun satu hal pasti: ia tidak sekadar mengikuti jejak ayahnya—ia sedang membangun kisahnya sendiri di dunia sepak bola Indonesia.

BACA JUGA :